BAB I
PENDAHULUAN
Musyarakah di perbankan Islam (syariah) telah dipahami sebagai suatu mekanisme yang dapat menyatukan kerja dan modal untuk produksi barang dan jasa yang bermanfaat untuk masyarakat. Musyarakah dapat digunakan dalam setiap kegiatan yang menghasilkan laba. Bagi Bank-Bank Islam (syariah), musyarakah dapat digunakan untuk tujuan murni yang lazimnya bersifat jangka pendek, atau untuk keikutsertaan dalam investasi proyek-proyek jangka menengah hingga jangka panjang.
Musyarakah juga telah diatur dalam ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000. Intinya Fatwa DSN tersebut menyebutkan bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan dana dari pihak lain. Secara teknis mengenai pembiayaan musyarakah ini diatur dalam pasal 36 huruf b poin kedua PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip syariah, yang intinya menyatakan bahwa bank wajib melaksanakan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi penyaluran dana melalui prinsip bagi hasil berdasarkan akad musyarakah. Dalam menjalankan Musyarakah terdapat konsep Wakalah, yaitu setiap pemegang saham merupakan pemilik syirkah itu dan berhak menjalani proyek berkenaan bagi dirinya, dan para pemegang saham lainnya merupakan wakil, karena itu setiap pemegang saham diharuskan bisa menjadi wakil.
Jumlah pembagian untung harus ditentukan saat melakukan perjanjian Musyarakah. Modal Musyarakah baiknya terdiri dari harta, yaitu uang dan barang yang bisa dinilai dengan uang. Modal tersebut dicampur dan menjadi milik bersama para pemegang saham tanpa dibedakan hak milik seseorang dengan yang lain. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pemegang saham untuk syarikat itu dinilai secara berbeda (tidak bercampur) dan boleh dicampur saat pembagian untung. Jumlah saham antara semua pihak tidak harus sama.
Pihak yang diberi tugas proyek Musyarakah itu boleh melakukan segala urusan yang berkaitan. Dengan proyek tersebut, kecuali hal-hal yang bisa menyebabkan keraguan pemegang saham lain terhadap dirinya, seperti mencampur harta syarikah dengan hartanya, melakukan musyarakah dengan pihak lain tanpa izin dari pemegang saham lain, memberi hutang kemana-mana dari harta syarikah tanpa izin, karena itu jika ia melakukan hal-hal yang disebutkan tadi, maka tanggung jawabnya akan berpindah dari amanah menjadi jaminan.
Semua proyek Musyarakah harus halal menurut Islam. Setiap pemegang saham boleh memindah hak milik sahamnya kepada orang lain. Dalam pemindahan hak milik saham seperti tadi, terdapat suatu cara yang dilakukan beberapa Bank Islam yang disebut : Musyarakah yang berakhir dengan pemilikan salah satu pihak. Contohnya : Bank Islam bermusyarakah dengan seorang Pengembang Perumahan setelah proyek selesai, lalu pihak pengembang membeli semua saham Bank Islam dalam syarikat itu dengan harga yang disetujui. Dengan itu, maka semua harta Syarikat tersebut menjadi milik pengembang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akuntansi Transaksi Musyarakah
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) Menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 106 Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dengan kondisi masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.
Karena setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lainnya, maka setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukan adanya kesalahan yang disengaja ialah: pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana pembiayaan, manipulasi biaya dan pendapatan operasional, pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang. Pendapatan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas lainnya) atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas lainnya). Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnnya. Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama periode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.
Musyarakah dapat bersifat musyarakah permanen maupun menurun. Dalam musyarakah permanen, bagian modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Sedangkan dalam musyarakah menurun, bagian modal bank akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian modal bank akan menurun dan pada akhir masa akad, mitra akan menjadi pemilik usaha tersebut. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas, termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten. Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
B. Ketentuan Syar’i Transaksi Musyarakah
Transaksi musyarakah secara syar’i terbagi dalam dua jenis, yaitu :
Musyarakah Hak Milik (Syirkatul amlak)
Musyarakah Hak Milik adalah persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan seperti jual beli, hibah, dan warisan atau kondisi lainnya yang mengakibatkan kepemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
Musyarakah Akad
Musyarakah akad adalah akad kerja sama dua orang atau lebih yang bersekutu dalam modal atau keuntungan.
Berdasarkan perbedaan peran dan tanggung jawab para mitra yang terlibat, musyarakah akad dapat diklasifikasikan:
a) Musyarakah al-inan
Syirkah al-inan adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki bersama untuk membuka uasaha yang mereka lakukan sendiri, kemudian berbagi keuntungan bersama. Kewenangan mitra dalam musyarakah ‘inan bersifat terbatas pada persetujuan mitra yang lain. Praktik musyarakah dalam dunia perbankkan umumnya didasarkan atas konsep musyarakah ‘inan.
b) Musyarakah abdan ( syirkah a’mal)
Musyarakah abdan adalah kontrak kerjasama dua orang atau lebih yang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
c) Musyarakah wujuh
Musyarakah wujuh adalah kerjasama dua pihak atau lebih, dengan cara membeli barang dengan menggunakan nama baik mereka dan kepercayaan pedagang kepada mereka tanpa keduanya memiliki modal uang sama sekali, menjualnya dengan pembagian keuntungan mereka dan pedagang, lalu setelah dijual bagian keuntungan dibagi bersama. Mazhab Syafi’i dan Maliki menolak bentuk syirkah ini, dengan alasan tidak adanya modal yang dikembangkan. Sebaliknya, mayoritas ulama membolehkan dan menganggap kebutuhan terhadap modal uang lebih besar dari kebutuhan terhadap pengembangan modal uang yang sudah ada.
d) Musyarakah mufawadhah
Musyarakah mufawadhah adalah kontrak kerjasama dimana para anggotanya memiliki kesamaan dalam modal, aktivitas, tanggung jawab dan utang piutang dari mulai berdirinya musyarakah hingga akhir. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara bersama.
Mayoritas ulama membolehkan jenis syirkah mufawadhah. Akan tetapi, Imam Syafi’i melarang syirkah ini karena mitra akan ikut menanggung akibat dari tindakan yang dilakukan oleh mitra lainnya, kendati ia tidak mengetahui. Dengan demikian, jika hal ini dilaksanakan maka akan dikhawatirkan masuk dalam kategori gharar yang dilarang dalam agama islam.
C. Rukun Transaksi Musyarakah
Pihak yang berakad
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi musyarakah harus cakap hukum, serta berkompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Para mitra harus memperhatikan hal-hal yang terkait dengan ketentuan syar’i transaksi musyarakah.
Obyek akad, meliputi:
• Modal
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 8 Tahun 2000 tentang musyarakah, disebutkan bahwa modal yang diberikan dapat berupa kas dan aset non kas. Para pihak tidak boleh meminjam, minjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan para mitra.
• Kerja
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 8 tentang musyarakah, partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah.
• Keuntungan dan Kerugian
Dalam hal keuntungan maupun kerugian musyarakah, DSN mewajibkan para mitra untuk menghitung secara jelas keuntungan maupun kerugian untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan maupun kerugian ketika penghentian musyarakah.
Shigat ijab kabul
Ijab dan kabul dalam transaksi musyarakah harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Akad penerimaan dan penawaran yang disepakati harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak.
D. Pengawasan Syariah Transaksi Musyarakah
Untuk memastikan kesesuaian syariah pada praktik transaksi musyarakah yang dilakukan bank, DPS melakukan pengawasan syariah secara periodik. Pengawasan tersebut berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dilakukan untuk:
a) Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap telah disampaikan oleh bank kepada nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan investasi musyarakah telah dilakukan.
b) Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai prinsip syariah.
c) Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian investasi musyarakah.
d) Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat musyarakah.
e) Memastikan bahwa biaya operasional telah dibebankan pada modal bersama musyarakah.
f) Memastikan bahwa kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah.
E. Standar Akuntansi
PSAK 106: Akuntansi Musyarakah merupakan penyempurnaan dari PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah (2002) yang mengatur mengenai musyarakah.
a. PSAK 106 berlaku untuk entitas yang melakukan transaksi musyarakah baik sebagai mitra aktif dan mitra pasif.
b. Sistematika penulisan secara garis besar disusun dengan memisahkan akuntansi untuk mitra aktif dan akuntansi untuk mitra pasif dalam transaksi musyarakah.
c. Kewajiban bagi mitra aktif untuk membuat catatan akuntansi terpisah atas usaha musyarakah yang dilakukan.
d. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk entitas sebagai mitra aktif, penyempurnaan dilakukan untuk:
• pengukuran pada akad atas penyetoran infestasi musyarakah aset non kas di ukur sebesar nilai wajar.
• penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif di akui sebagai musyarakah dan di sisi lain di akui syirkah temporer
e. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk entitas sebagai mitra pasif, penyempurnaan di lakukan untuk:
• pengukuran pada saat akad atas penyetoran investasi musyarakah aset non kas di ukur sebesar nilai wajar.
• keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset non kas diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan dari investasi musyarakah.
F. Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transksi Musyarakah
a) Teknis perhitungan transaksi investasi musyarakah
Contoh :
• Pada tanggal 2 Februari 20XA Bu Nasibah menandatangani akad pembiayaan usaha penggilingan padi (membeli padi, menggiling selanjutnya menjual beras) dengan Bank Murni Syariah (BMS) dengan skema musyarakah sebagai berikut:
• Nilai Proyek : Rp 80.000.000
• Kontribusi Bank : Rp 60.000.000 (pembayaran tahap pertama sebesar Rp.35.000.000 dilakukan tanggal 12 Februari, pembayaran tahap kedua sebesar Rp.25.000.000,- dilakukan tanggal 2 Maret)
• Kontribusi Bu Nasibah : Rp 20.000.000
• Nisbah bagi hasil : Bu Nasibah 75% dan BMS 25%
• Periode : 6 Bulan
• Biaya administrasi : Rp 600.000 (1% dari pembiayaan bank)
• Objek bagi hasil : Laba Bruto (selisih harga jual beras dikurangi harga pembelian padi)
• Skema pelaporan dan
pembayaran porsi bank : Setiap tiga bulan (dua kali masa panen) pada tanggal 2 Mei dan 2 Agustus 20XA
• Skema pelunasan Pokok : Musyarakah permanen - dilunasi pada saat akad berakhir tanggal 2 Agustus 20XA
b) Penjurnalan transaksi musyarakah
1) Saat akad disepakati
Dalam praktik perbankkan, pada saat akad musyarakah disepakati, bank akan membuka cadangan rekening investasi musyarakah untuk nasabah. Pada tanggal itu juga, bank membebankan biaya administrasi dengan mendebit rekening nasabah. Jurnal untuk membuka cadangan investasi musyarakah Bu Nasibah dan pembebanan biaya administrasi.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
02/02XA Db. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan 60.000.000
Kr. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan 60.0000.000
Db. Kas/rekening nasabah-Bu Nasibah 600.000
Kr. Pendapatan administrasi 600.000
2) Saat penyerahan investasi musyarakah oleh bank kepada nasabah
Dalam PSAK 106 (paragraf 27) disebutkan bahwa investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non-kas kepada mitra aktif. Aset berwujud kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan (paragraf 28a), sedangkan aset yang berwujud non-kas dinilai sebesar nilai wajar, dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset non-kas, maka selisih tersebut diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad, atau sebagai kerugian pada saat terjadinya(paragraf 28b).
Investasi musyarakah non-kas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan, dikurangi amortisasi keuntungan tangguhan (paragraf 29). Adapun biaya yang terjadi akibat akad musyarakah, seperti biaya studi kelayakan, tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah, kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra (paragraf 30). Penyerahan investasi musyarakah tidak harus dilakukan pada saat akad. Penyerahan investasi dilakukan ketika nasabah siap menggunakan investasi yang diperlukan. Dengan demikian, investasi dapat diserahkan lebih dari satu termin.
Misalkan pada tanggal 12 Februari bank mentransfer ke rekening Bu Nasibah sebesar Rp 35.000.000 sebagai pembayaran tahap pertama. Selanjutnya pada tanggal 2 Maret, bank syariah menyerahkan dana tahap kedua sebesar Rp.25.000.000.
Tgl Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
12/02XA Db. Investasi musyarakah 35.000.000
Kr. Kas/Rekening nasabah 35.000.000
Db. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan 35.000.000
Kr. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan 35.000.000
02/03/XA Db. Investasi musyarakah 25.000.000
Kr. Kas/Rekening administratif pembiayaan 25.000.000
Db. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan 25.000.000
Kr. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan 25.000.000
3) Saat penerimaan bagi hasil bagian bank
Selama akad berlangsung, pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan. Sementara itu, kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah. Berikut adalah realisasi laba bruto usaha Bu Nasibah selama dua kali masa panen yang dilaporkan pada tanggal 2 Mei 20XA dan 2 Agustus 20XA.
No Periode Jumlah Laba Bruto
(Rp) Porsi Bank 25%
(Rp) Tanggal Pembiayaan Bagi Hasil
1 Masa panen I 14.000.000 3.500.000 2 Mei
2 Masa panen II 16.000.000 4.000.000 12 Agustus
Klasifikasi transaksi diatas yaitu sebagai berikut:
Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya bersamaan dengan pelaporan bagi hasil, seperti pada bagi hasil untuk masa panen I. Bu Nasiah melaporkan bagi hasil untuk bank syariah pada tanggal 2 Mei. Pada tanggal tersebut, Bu Nasiah langsung membayar bagi hasil untuk bank syariah sebesar Rp 3.500.000.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
02/05/XA Db. Kas/Rekening nasabah 3.500.000
Kr. Pendapatan bagi hasil musyarakah 3.500.000
Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan tanggal pelaporan bagi hasil, seperti pada bagi hasil untuk masa panen II.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
02/08/XA Db. Tagihan pendapatan bagi hasil musyarakah 4.000.000
Kr. Pendapatan bagi hasil musyarakah-akrual 4.000.000
02/08/XA Db. Kas/Rekening nasabah 4.000.000
Kr. Tagihan pendapatan bagi hasil musyarakah 4.000.000
Tagihan pendapatan bagi hasil musyarakah disajikan dalam neraca pada bagian aset. Akun ini merupakan sub akun dari piutang. Adapun akun pendapatan bagi hasil musyarakah akrual disajikan dalam laporan laba rugi. Oleh karena bagi hasil ini belum berwujud kas, maka pendapatan bagi hasil akrual tidak diikutsertakan dalam perhitungan bagi hasil dengan nasabah penghimpunan. Untuk kemudahan mengidentifikasi pendapatan yang belum berwujud kas, pendapatan bagi hasil akrual perlu dibedakan dengan pendapatan bagi hasil yang telah berwujud kas.
4) Saat akad berakhir
Pada saat akad diakhiri terdapat dua kemungkinan, yaitu:
Nasabah pembiayaan mampu mengembalikan modal musyarakah bank
Misalkan pada tanggal 2 Agustus 20XA, saat jatuh tempo Bu Nasiah melunasi investasi musyarakah sebesar Rp 60.000.000.
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
10/05/XB Db. Kas/Rekening nasabah 60.000.000
Kr. Investasi musyarakah 60.000.000
Nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal musyarakah bank
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 33 disebutkan bahwa pada saat akad musyarakah berakhir, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.
Jika tidak mampu melunasi modal musyarakah bank, maka jurnal pada saat jatuh tempo sebagai berikut:
Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Piutang investasi musyarakah jatuh tempo 60.000.000
Kr. Investasi musyarakah 60.000.000
Jika dikemudian hari nasabah membayar piutang investasi musyarakah jatuh tempo, maka jurnalnya sebagai berikut:
Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Db. Kas/rekening nasabah 60.000.000
Kr. Piutang investasi musyarakah jatuh tempo 60.000.000
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya.
Ketentuannya, antara lain :
Pernyataan ijab dan kabul dalam mengadakan kontrak (akad).
Pihak-pihak yang berkontrak harus sadar hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut :
1. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.
2. Setiap mitra memiliki hak umtuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
3. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian yang disengaja.
4. seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama periode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan. Musyarakah boleh dilakukan antara individu atau antara badan tertentu. Perkongsian antara individu dalam Musyarakah dapat terbatalkan/terfasakh dengan cara menarik diri, gila terus menerus, atau meninggal. Pembagian untung dalam Musyarakah adalah menurut jumlah saham yang disetujui saat perjanjian. Beban kerugian yang tidak disengaja ditanggung menurut jumlah saham masing-masing.
Penerapan sistem Ekonomi Syariah dalam praktik perbankan di Indonesia termasuk didalamnya prinsip Musyarakah diperlukan acuan yang jelas agar tercitanya sistem perbankan syariah yang akan menjadi alternatif masalah perekonomian saat ini. Selain itu acuan tersebut dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas tetang keberadaan perbankan syariah di Indonesia. Dasar Hukum, Rukun, Syarat dan Aplikasinya selain menjadi acuan dalam melakukan praktik perbankan syariah juga dapat menjadi informasi bagi masyarakat.
DAFATAR PUSTAKA
Antonio Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah. Jakarta: Gema Insani.
Yaya, Rizal dkk. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat.
file:///C:/Users/Personal/Downloads/akuntansi/MUSYARAKAH%20_%20Nurinfo%27s%20Blog.html
file:///C:/Users/Personal/Downloads/akuntansi/akuntansi-musyarakah.html
file:///C:/Users/Personal/Downloads/akuntansi/akuntansi-syariah-transaksi-musyarakah.html
file:///C:/Users/Personal/Downloads/akuntansi/akuntansi-musyarakah.html
Selasa, 28 Mei 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar