Selasa, 28 Mei 2013
Perjuanganku
PERJUANGAN MENGGAPAI CITA-CITA
Sang surya perlahan-lahan mulai menampakkan sinar cerahnya. Pagi itu aku bersama Ratna dan Ety mendaftar menjadi calon mahasiswa di STAIN. Sebenarnya aku sudah lulus sekitar tiga tahun yang lalu. Karena adanya suatu kendala aku tidak langsung melanjutkan dibangku perkuliahan.
Alhamdulillah baru tahun ini keinginanku terwujud. Tetapi sebelumnya aku mendaftarkan diri di POLINELA, Tanjung Karang. Tetapi nasib berkata lain, namaku tidak tercantum menjadi calon Mahasiswa POLINELA. Akhirnya aku mencoba lagi untuk mendaftar di STAIN Jurai Siwo Metro pada tahun ini.
Hari itu tepat tanggal 30 Mei 2011, kami bertiga bersama mendaftar disana. Kami berangkat dari rumah sekitar pukul 08.00 pagi. Bapak Darsah, beliaulah yang mengantarkan kami untuk mendaftar disana. Ditengah perjalanan kami banyak berbincang-bincang, penuh canda tawa sesekali kami saling mengejek.
”Haduuuh, kok malah ngantuk gini ya,tanda-tandanya dah nampak nih. Perut mual, kepala pusing”. Kata ku.
”Iya, kepalaku juga pusing nih”. Sambung Ety.
“Tidur ja nti kalian berdua tak lempar keledeng, hahaha. . . . .” Ledek Ratna.
“hahahahaaaa cemennnn. . . .” Tambah pak Darsah.
“biarin! Dah kayak gini kodratnya, syukuri saja”. Sahut aku.
“dah ah aku tidur bentar”. Ucap Ety.
Tak lama kami pun tiba di STAIN. Aku dan Ety turun dari mobil masih dalam keadaan kusut, kita pergi ke kamar mandi sebentar,ternyata Ratna menyusul. Setelah itu kami pergi bersama kependaftaran untuk mengambil formulir. Tetapi antrinya bukan main, ternyata banyak juga yang mendaftar disana. Kami sepakat Ratna yang mengambil formulirnya. Cukup lama aku dan Ety menunggu.
“Haduuuh lama benar”.
“Iya,mbak”.
Tak lama berselang akhirnya formulir sudah ditangan. Kemudian kami mencari tempat yang nyaman untuk mengisi formulirnya. Ternyata sangat banyak yang harus diisi. Satu demi satu pertanyaan yang ada di formulir itu kami isi meskipun kami sedikit kesulitan.
”Gimana lo telfon mas Dedi aja, sapa tahu bisa bantu kita”. Ucap Ratna, dengan spontan.
”iya, coba aja dulu”. Sahut aku.
”emang kamu punya nomornya mas Dedi ??” Tanya Ety.
Ratna menjawab ”punya, masih tak simpen”.
”ya udah cepetan telfon !!!” Pinta Ety.
Tanpa pikir panjang lagi Ratna langsung menelpon mas Dedi yang menjadi Mahasiswa STAIN. Tetapi saat Ratna menelponnya,dia masih ada ujian. Karena mas Dedi tidak bisa membantu kami, akhirnya kami berinisiatif untuk meminta bantuan kesesama calon mahasiswa baru. Tak lama kemudian akhirnya pengisian formulirpun selesai. Kamipun bergegas untuk segera mengumpulkan formulirnya kepanitia penerimaan calon mahasiswa baru.
Tetapi ternyata ada sedikit masalah karena bagi calon mahasiswa yang belum mempunyai foto kopi ijazah asli, tidak dapat mengumpulkan formulir pendaftaran. Meskipun telah dilampirkan foto kopi nilai hasil ujian. Dan yang mendapat sedikit kendala dalam pengumpulan formulir tersebut salah satu dari kami bertiga yaitu, Ety. Karena ijazah aslinya belum keluar.
Hari pun semakin sore, karena sebentar lagi tempat pengembalian formulir pendaftaran akan segera ditutup. Kami duduk di gazebo dan memutuskan untuk formulirnya Ratna dan aku dikumpulkan terlebih dahulu karena persyaratan kita sudah lengkap.
Dengan wajah sedikit muram, Ety pun berkata,”ya sudahlah formulir pendaftaranku dibawa pulang saja dulu, baru dikumpulkan lagi kalau ijazah aslinya sudah keluar”. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang kerumah, karena waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB, meskipun cuaca sedikit gerimis.
Setelah satu minggu akhirnya ijazahnya Ety pun keluar. Dan keesokan harinya formulir beserta foto kopi ijazah asli dikumpulkan oleh pak Darsah kepada panitia penerimaan calon mahasiswa baru. Karena batas pengembalian formulir pendaftaran ditutup pada tanggal 9 juli 2011. Sedangkan ujian tes tertulis akan dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2011 dan ujian praktek kemampuan baca tulis Al qur’an akan dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2011.
Sekitar satu minggu dengan penuh harapan dan was-was, ternyata dari 1300 calon mahasiswa baru yang diterima di STAIN jurai Siwo Metro, alhamdulillah nomor aku terpampang disalah satu daftar Jurusan Syari’ah, Program Studi Ekonomi Islam (EI). Ety pun sebaliknya dia juga diterima Jurusan Syari’ah, Progam Studi Ekonomi Islam (EI). Sedangkan Ratna diterima Jurusan Tarbiyah, Progam Studi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI). Sujud syukur pun kami panjatkan.
Berselang sekitar satu hari, aku melakukuan daftar ulang Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK). Dengan penuh perasaan senang pagi-pagi aku dan temanku Ety, berangkat bersama. Karena Ratna akan diantar oleh kakaknya.
“Ayo berangkat, Et?”. Ajakku.
“Iya, tunggu sebentar”, teriaknya dari dalam rumah.
Tidak lama kemudian aku dan Ety pun tiba di kampus. Setelah memarkirkan motor kita langsung melihat persyaratan untuk mengikuti OPAK. Ternyata salah satu dari persyaratan tersebut adalah melampirkan foto kopi nomor tes. Setelah Aku membuka tas, aku baru sadar ternyata nomor tes ku ketinggalan di rumah. Aku pun kebingungan. Dan dengan segera aku mengambil ponselku kemudian langsung menelpon Ratna. Yang aku kira dia masih di rumah agar membawakan nomorku yang tertinggal di rumah.
Karena pada hari itu juga dia akan pergi ke kampus untuk melakukan registrasi.Ternyata dia sudah dalam perjalanan menuju kampus. Aku dan Ety bingung dan panik. Akhirnya Ety pun menelepon Ayahnya.
”Hallo, lagi dimana pak???”
”Di rumah, ada apa???”
”Nomor tes aku sama punya mbak Sri ketinggalan di rumah, bisa anterin gak ???” Masih didalam map-map itu, aku letakkan di kamar. Bisa ya pak???”
”Ya udah nanti tak anterin, tapi nunggu pak Darsah pulang dari ngajar. Mangkanya sebelum berangkat tuh diteliti dulu apa yang dibutuhin !!!”
”Ya udah nggak apa-apa”. Makasih pak, ucap Ety sembari menutup teleponnya.
Sekitar tiga jam menunggu akhirnya ayah Ety dan pak Darsah pun tiba. Setelah semua persyaratan terpenuhi aku langsung mengumpulkan ke Panitia Pelaksana Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK).
Orientasi Pengenalan Akademik (OPAK) dilaksanakan selama 5 hari. Panggilan peserta OPAK adalah calon mahasiswa-mahasiswi (cama-cami). Peserta OPAK 2011 adalah seluruh Mahasiswa Baru STAIN Jurai Siwo Metro yang terdaftar Tahun Akademik 2011/2012. Suka duka pun kami rasakan sesama calon mahasiswa/mahasiswi. Hingga hari dimana berlangsungnya pengukuhan mahasiswa baru.
Pagi itu di kamar kosan, aku merenung. Baru aktif masuk kuliah selama satu minggu, mengapa kepalaku rasanya mau meledak. Padahal baru masuk, tugas-tugas sudah mulai berdatangan. Dan dalam hatiku berkata,”Ya Allah, ternyata semua ini tidak seperti apa yang aku bayangkan”.
Mulai sejak itu hampir tiap hari aku menangis di kosan. “Kalau seperti ini terus tidak kuat rasanya otakku”, gumamku.
“Pulang”, tiba-tiba itu yang terlintas dibenakku.
”Kenapa aku ingat rumah lagi ya et,,pengen pulang”. Tanpa terasa aku meneteskan air mata.
”Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu”? Tanya Ety.
“Ya tiba-tiba aja hanya itu yang terlintas dipikiranku”.
“Udahlah lupain, buang saja pikiran seperti itu mbak??” Pintanya.
“Aku pun masih menangis terisak-isak”.
Tidak lama, Ratna dan Tyas datang.
“Hmmm kenapa lagi sih”, sahut Ratna. “Tidak tahu tuh mbak Sisri katanya pengen pulang”, kata Ety.” Lha kenapa lagi to mbak ??” tanya Tyas. Dengan masih terisak-isak, aku berkata,”udah aku pengen pulang saja, kepala aku pusing banget. Banyak banget tugas-tugasnya nih, baru saja masuk, mendidih kepalaku rasanya”.
“jangan gitu dong mbak ??” pinta Tyas dengan wajah kasihan.
“Bagaimana lo yas, aku tuh dah merasa kalau otak aku nih nggak kuat lagi”. Jawabku.
“Buang pikiran seperti itu tuh. Kita disni berempat, kita harus berjuang sama-sama lah!! Kata Ratna dengan tegas.
“Aku semakin terisak-isak”.
“Tempat aku nih juga mulai banyak banget tugas-tugasnya, sama aja. Kita coba kerjain bareng-barenglah”. Sahut Tyas.
“dek, , , ,”. Emang tempat aku sama sekali belum ada tugas dari dosen sih. Tambah Ratna dengan suara pelan.
Tanpa terasa pagi pun akan berlalu dan siang pun telah menyambut, kami berempat masih berkumpul di kamar kosanku. “Kamu mau apa ??” tanya Ratna.” Aku mau telepon orang rumah, tak suruh jemput”, jawabku. “Tidak usah!!” Katanya. “Jangan gila kamu nih”. Tiba-tiba Ratna merampas ponselku.
“Tidak usah telepon orang rumah, nanti orang rumah malah pada bingung gara-gara kamu”, bentak Ratna.”Tolong berikan handpone aku Na??” Pinta ku. “Tidak!” Bentaknya lagi padaku. “”Pliiiisss, kumohon say.” “Mbak, jangan begitu dong. Jangan langsung nyerah gitu, mencoba semampu kita lah”,kata tyas.
Lha iya, tapi akunya sendiri sudah merasa tidak sanggup lagi untuk melanjutkan.” Maksud kamu keluar ??“ Sahut Ratna. “Iya” Jawabku.” Haduuuuuh”, keluh Ratna. Ety hanya duduk diam disudut tempat tidur bergutik dengan handponnya saja. Tyas berkata,” Mbak, nanti siangkan kita masih ada kuliah pancasila. Kalau mbak pulang sekarang berarti siang ini absen dong. Terus hari sabtu besokkan kita ada tes pusba”. “Iya mbak”, jangan pulang lo nanti aku sendirian??” Pinta Ety. Sambil menetaskan air mata.
“Iya, aku tahu. Kalau dipaksain terus nanti bisa tidak baikkan?” Ya sudah mbak Ratna berikan saja handponnya biarin dia mau ngapain”, kata Tyas (dengan kekesalannya). Akhirnya aku telepon bibiku, aku bilang “sekarang juga ayah suruh jemput aku ke Metro”. “Lha ada apa ??”,tanyanya. Aku pengen pulang.
Ya sudah nanti saya ngomong sama ayah kamu, tapi mungkin kesananya setelah shalat jum’at, ini kan hari jum’at. “Ya sudah tidak apa-apa yang penting nanti ayah mau jemput aku”, kataku.
Ratna pun bertanya ”sudah puas ???”
” aku hanya diam saja, tanpa sepatah katapun”.
”mbak, pikir-pikir dululah”. Nasehat Tyas untuk aku.
“Biyarin dia pulang dulu, mungkin dia memang butuh ketenangan untuk berpikir. siapa tahu beberapa hari berada di rumah dia bisa berpikir jernih. Jangan lama-lama di rumah buruan balik kesini ya. Aku tunggu”, kata Ratna padaku.
Terdengar suara adzan, bertanda sudah siang. Tyas pun bergegas pergi kekamar mandi, karena siang ini dia dan Ety masih ada kuliah. Sekitar pukul 13.00 WIB Ety dan Tyas pun berangkat ke kampus. Tetapi Ratna masih di kosan, menemaniku. 30 menit berlalu akhirnya Ayahku pun tiba di kosan. “Sudah siap belum, kalau sudah kita langsung pulang saja”. “sudah”, jawabku. “ya sudah aku pulang kekosan ya, hati-hati di jalan”, katanya padaku.
Sekitar 1 jam perjalanan, akhirnya pun aku tiba di rumah. Aku langsung tiduran di ruang tv. Ibuku langsung menghampiriku dan duduk disampingku. “Sebenarnya apa yang kamu rasain saat ini??”, tanyanya padaku. Tetapi aku hanya diam dan malah menangis.
“Ada apa to ndok???”. “Bicaralah sama ibu, jangan hanya diam seperti itu”.
“Rasanya aku sudah tidak kuat untuk melanjutkan kuliah lagi Buk???”
“Lha kenapa ??, apa ada masalah dengan teman sekelas kamu ???”.
“Tidak, bukan itu “. Jawabku.
“Lalu karena apa ????” Tanyanya lagi padaku.
“Banyak banget tugas, nyampek kepalaku puyeng”. Setiap hari yang ada hanya tugas dan tugas.
“Kenapa cepet banget ngambil keputusannya, dipikir-pikir dulu lah”. “Nanti pada akhirnya kamu sendiri yang nyesel?”
Tanpa terasa aku ketiduran di ruang televisi. Tidak berselang lama ibuku membangunkanku untuk mandi, karena ternyata sudah sore. Akhirnya akupun bangun kemudian mandi.
Setelah selesai mandi tepat pukul 17.30 WIB, ketika aku duduk sendirian di teras, nenek dan bibiku datang. Ibuku pun juga keluar dari dalam rumah karena terdengar suara ramai dari luar.
“Ngopo lo sri ???”
“Alah emboh kui malah pengen metu kuliah?” jawab ibuku
“Kok bisa lo, lha kenapa ???” Sahut Bibiku.
“Aku hanya tersenyum tipis”. Dengan menahan air mata.
“Kalau bisa ya jangan lah, eman-eman”.
“Dipikir-pikir dulu lah ndok, jangan seperti itu”. Sambung Nenekku.
Aku masih saja diam, tanpa sepatah katapun.
Masih di teras, Ibu, Nenek dan Bibiku terus saja menasehatiku. Bibipun berkata, “dipikir-pikir dulu jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan. Nanti kamu sendiri yang menyesal, jangan cepat putus asa, berusaha, berupaya dan berdo’a. Jangan takut pasti ada jalan dalam sebuah permasalahan. Berpikir positif, insyaallah semua pasti baik-baik saja”. “Amin”, jawabku. Akhirnya suara adzan pun terdengar, bibi dan nenekku berpamitan untuk pulang.
Setelah ba’da maghrib, ibu menyuruhku periksa kedokter. Karena aku selalu mengeluh kalau kepalaku sakit. Karena ibu takut kalau terjadi apa-apa, tetapi aku menolaknya. Ibuku tetap saja memaksaku untuk periksa kedokter. Akhirnya aku mau dan ibu yang mengantarkanku. Setelah diperiksa, Dokterpun berkata,”hanya tegang saja, nggak ada yang perlu dikhawatirkan”. “ya sudah kalau begitu, terimakasih ya dok”, kata ibuku kepada dokter yang memeriksaku. Setelah itu aku dan ibu pulang ke rumah.
Mungkin semua ini karena aku belum bisa beradaptasi saja. Karena biasanya, aku di rumah hanya nonton tv, tidur, makan. Tetapi sekarang ini otakku dipaksa untuk berpikir terus menerus, karena tugas-tugas yang sangat banyak.
Aku duduk diruang tamu sembari tiduran, dan berpikir, kata orang kuliah itu enak, bisa nyantai, seperti orang main-main saja. Tetapi kenapa aku sendiri yang mengalami seperti ini rasanya. Pusing setiap hari memikirkan tugas. Rasa capek selalu menghampiri. “ya allah bagaimana ini, bantu aku??”, dalam hatiku berkata. “Mungkin kerja saja ya??” Gumamku. Aku lansung teringat dengan temanku Linda, karena beberapa hari lagi dia akan pergi ke Bogor untuk kerja di restoran Pamannya. Tanpa berpikir panjang aku langsung sms dia.
“Nda, kapan kamu berangkat ke Bogor??”(tapi nggak dibalas-balas sama dia, rasa jengkel, bt pun menghampiri).
“Maaf mbak baru balas, sekitar 1 minggu lagi mbak, ada apa???”
“Aku ikut yeah, aku pengen kerja aja kalau tahu gini. Bikin pusing kepala aja kuliah ini”.
“Ada to kamu ne, gila apa !!”
“Beneran Nda, aku sekarang udah di rumah”.
“Jangan becanda lah mbak???”
“Siapa yang becanda,beneran ini”.
Dari jauh terdengar suara langkah kaki, ternyata ibuku yang datang, menyuruhku untuk makan. “sri, ayo makan dulu”,kata ibu.”iya, nanti saja bu??”, jawabku. Ibuku pergi ke dapur lagi, tetapi aku masih duduk di ruang tamu. Dari dapur ibuku memanggil,”ayo cepat makan, masih ngapain aja to???”. “Iya, jawabku. Seraya aku berjalan menuju ruang makan.
Ternyata semua sudah siap dimeja makan. Ibuku duduk disampingku dan menemaniku makan. Setelah selesai makan, ibuku bertanya lagi.
“Sebenarnya tugas-tugasnya itu pa benar-benar sulit to ndok???”.
“Ya, rata-rata semua mata pelajaran hampir sama”.
“Gimana kalau kamu laju aja, kalau nggak kamu bareng sama Om Maman. Nanti kamu bisa pulang ke rumah, kayak gini ibu ya nggak tega kalau kamu di kosan”. Pinta Ibuku.
“Tidak mau”. Aku nggak mau kuliah lagi. Gumamku.
“Dipikir-pikir dulu ndok??”.
“Ya bagaimana lagi kalau akunya sendiri sudah merasa nggak kuat bu??”.
“Dulu kamu sendiri kan yang meminta untuk dikuliahin, sekarang ibu sudah turutin kemauan kamu , kenapa malah jadi begini??”.” Ibu nggak memaksa kamu nanti akhirnya mau jadi apa, yang penting kamu bisa merasakan seperti apa yang dirasain oleh orang lain. Rasanya dibangku perkuliahan itu seperti apa”. Tambah Ibuku.
“Tetapi aku hanya diam dan menangis”.
Dengan tegas ibu pun berkata,“Kita nggak tahu kita nanti jadi apa. Tapi semua itu pasti butuh proses”.
Setelah itu aku pergi ke kamar. Sambil tiduran aku renungkan semua kata-kata ibu tadi. Terasa terasa aku tertidur pulas di kamar. Malam begitu cepat berlalu terdengar suara ayam berkokok bertanda sudah pagi, tapi aku masih saja didalam kamar. Pagi itu, aku tidak mengerjakan pekerjaan rumah sama sekali. Aku hanya duduk dan terdiam didalam kamar. Setelah itu aku bangun dari tempat tidur, kemudian mandi dan duduk lagi di ruang tv. Tiba-tiba, Om Maman datang, masuk dan duduk di kursi ruang tamu.
“ Kenapa kamu......?????????????” Tanya Om Maman.
“Aku hanya tersenyum tipis”. Memandangnya sekilas.
“ Bilangin adikmu itu Man??” Aku juga jadi ikut pusing lok kayak gini trus.
“Nyantai aja lo Sri. Jangan dibawa pusing”. Aku dulu juga gitu. Rasanya juga pengen keluar.
“Banyak banget lo Om tugasnya”. Sambil menahan air mata, tapi akhirnya jatuh juga. Tiap hari hanya ada tugas dan tugas. Mendidih rasanya otakku.
“ Kerjain bareng-bareng sama teman kamu lah. Jangan dipikir sendiri. Minta bantuan teman kamu. Dekat kosan kamu kan banyak warnet, jadi cari aja bahan diwarnet. Jangan dijadikan beban. Baru saja di mulai kok sudah nyerah to......?????????” Kamu pasti bisa. Sahut Om Maman.
“Aku tambah terisak-isak”.
Sejenak suasana hening, hanya ada suara tv. Kemudian Drrrrrttt....Drrtt, ponselku bergetar. Aku lihat ternyata sms dari Mas Yuli, tapi hanya aku abaikan saja (lagi nggak mutz). Udah lo Om, pokoknya aku tidak mau balik ke Metro lagi. PUSING!!! tidak mau, tidak mau dan tidak mau. TITIK!!! “Gimana mau maju...????” Kamu sendiri saja kayak gitu. Kata Om Maman.
Tanpa terasa sudah pukul 12.00 siang.” Ya sudah kapan bareng aku balik ke Metro” Kata Om Maman. Tapi aku masih saja diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Ya sudah yuk biarkan dia tenang dulu, kata Om Maman kepada Ibuku“. Kemudian Om Maman berpamitan untuk pulang. Beberapa menit kemudian, ponselku bergetar lagi, ada sms dari Mas Yuli lagi.
“Lagi apa to kamu....???” Aku sms kok ngak di balas....!!
“ mas....?????” Tanyaku.
“ ada apa lagi...????” Malah balik tanya.
“Ibuku, tetap memaksa aku agar kembali lagi ke Metro”. Aku sebelumnya sudah cerita semuanya kepada Mas Yuli.
“Trus.....???”
“Tidak mau, aku tidak mau melanjutkan kuliah lagi”. Aku sudah bilang kan kalau aku merasa tidak kuat dengan semua tugasnya.
“Coba ngomong secara baik-baik, pasti lama-lama orang tua kamu tahu”.
“Sudah aku coba”, tapi tetap saja nyuruh aku kembali age ke Metro. Masih terisak-isak diruang tv.
Tepat setelah ba’da maghrib, tanpa sepengetahuanku, tiba-tiba Mas Yuli dan Linda datang kerumah. Dengan asyiknya mengobrol, tanpa terasa 2 jam telah berlalu. Karena waktu sudah malam mereka akhirnya memutuskan untuk pulang. Tidak lama berselang ponselku berdering, ternyata ada pesan dari pak Darsah. “piye to ndok baru segitu saja kok sudah nyerah sih??” Ya begitu rasanya kuliah. Terus kapan mau pulang ke metro lagi?? Begitu isi pesannya. Tetapi aku tidak membalas pesannya.
Tidak lama berselang ibuku datang menghampiri. Dan bertanya,” tumben tadi Linda sama mas Zuli kesini, kok tahu kamu pulang??” Iya,aku sms mas Zuli kalau aku pulang. Jawabku. Masih di ruang tamu aku merenung sendirian, karena ibuku sudah pergi tidur duluan.
Tidak terasa sudah 3 hari aku di rumah, untuk menenangkan pikiran. “Tetapi aku masih bingung, kenapa aku bisa seperti ini??”
“Ya allah bantu hambamu ini?? Gumamku. Agar aku bisa mengambil keputusan yang terbaik. Dan tidak menyesal dikemudian hari. Ku serahkan semua ini pada Mu”.
Sejenak aku sadar bahwa semua yang telah aku lakukan, hanyalah sebuah emosi pemikiranku yang sesaat. Dari semua semangat dan dukungan yang telah diberikan oleh semua orang, termasuk kedua orang tuaku. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali kesana. Aku pun kembali dengan wajah yang ceria serta semangat baru, dan siap untuk menjalani hari-hariku disana.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar